Business Matching Percepatan Akses Keuangan dan Petik Keuangan Petani Kakao Produk Kakao Raup Untung hingga Rp 4 M
Pemerintah Kabupaten Mojokerto, terus membuat pemetaan strategis potensi tanaman kakao sebagai salah satu komoditi unggulan daerah. Bukan tanpa alasan, jika dihitung dari 321.400 ton (setara 96.420 biji) biji kakao frementasi, menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 580 juta lebih. Namun bila diolah di pabrik coklat, hasil bumi ini mampu meraup keuntungan hingga Rp 4 miliar lebih. Perbandingannya cukup mencengangkan.
Hal ini dibahas bersama pada acara business matching percepatan akses keuangan dan petik keuangan petani kakao, yang dihadiri Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi, Jumat (1/11) pagi di Wisata Desa BMJ-Mojopahit Desa Randugenengan, Kecamatan Dlanggu.
“Jika digarap dengan penanganan pasca panen, kakao menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 580 juta lebih. Kalau di pabrik coklat (produk tengah berupa cocoa powder, cocoa butter, makanan/minuman), bisa untung hingga Rp 4 miliar lebih,” terang wabup.
Perkembangan kakao di Kabupaten Mojokerto dimulai pada tahun 2008, yang ditanam di tiga kecamatan yakni Pacet, Trawas, dan Gondang. Mulai tahun 2010, kakao kemudian dikembangkan di dataran rendah tanpa menggunakan naungan. Hasilnya cocok dan bisa berproduksi tinggi. Hingga pada tahun 2018, berdiri pabrik coklat yang merupakan wujud dari program hulu hilir komoditi kakao di Kabupaten Mojokerto.
Sampai dengan saat ini, di Kabupaten Mojokerto terdapat lahan kakao seluas 281,25 hektar dengan jumlah petani 458 orang. Lokasi pengembangan berada di 12 kecamatan yakni Trowulan, Trawas, Jatirejo, Gondang, Bangsal, Pungging, Kemlagi, Jetis, Sooko, Mojosari, Dawarblandong, dan Dlanggu sebagai sentra pengembangan.
Berdirinya pabrik coklat tersebut, diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian daerah. untuk itu, pemerintah daerah kabupaten mojokerto telah melaksanakan berbagai program kegiatan antara lain memberikan bantuan berupa bibit, alat fermentasi kepada kelompok tani komoditi kakao, serta memfasilitasi bantuan pinjaman kepada kelompok petani kakao yakni poktan Mulyo Jati.
Poktan Mulyo Jati bekerja bersama melakukan pengelolaan komoditi kakao dari hulu ke hilir, kerjasama mulai dari on farm sampai dengan off farm. Artinya petani mempunyai kepastian pasar produksinya, yaitu menjual produksi kakao berupa biji yang berfermentasi kepada poktan Mulyo Jati untuk diolah di pabrik sebagai produk turunan kakao.
Mulyanto Direktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional Jawa Timur, hadir pada acara ini menerangkan bahwa pengembangan kakao di Kabupaten Mojokerto telah masuk dalam kemitraan bersama OJK.
“Ada beberapa jenis komoditi di daerah yang sudah di fasilitasi OJK. Antara lain sapi perah di Wonosalam, kakao di Mojokerto, ikan patin di Pasuruan, beras premium di Jombang. OJK masuk dalam kemitraan di daerah. Sifatnya implusif agar masyarakat luas mendapat kemudahan transaksi keuangan,” kata Mulyanto.
Selain itu, hadir juga pada acara ini Karyadi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Karyadi, yang menyampaikan pesan Gubernur Jawa Timur agar berhati-hati apabila melakukan deal sistem jual beli kakao sebelum panen tiba. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi harga secara drastis. Sebab harga kakao yang dipesan untuk dibeli sebelum panen, dengan harga panen standar akan berbeda.
“Ada 58.000 hektar area penanaman kakao di Jawa Timur, dengan produksi mencapai 38.000 ton. Gubernur juga mengingatkan berhati-hati jika melakukan deal jual beli kakao sebelum masa panen yang semestinya,” pesan Karyadi.
Acara ditutup dengan penyerahan dana bergulir tahap 2 Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur senilai Rp 10 miliar, oleh wabup Pungkasiadi pada perwakilan tani Mulyo Jati Kabupaten Mojokerto. Acara turut dihadiri Deputi OJK, Direktur BPR Provinsi Jawa Timur, Kepala Cabang BPR Kabupaten Mojokerto, Asisten, OPD terkait, serta para petani kakao Mojokerto.